Pendidikan
Indonesia
Seiring
perkembangan zaman dunia pendidikan pun mengalami perubahan yang sangat
drastis termasuk pendidikan Indonesia. Pendidikan Indonesia semakin berkembang dari tahun ke
tahun, kebijakan-kebijakan pemerintah terbukti membawa berbagai perubahan di
pendidikan Indonesia. Akan tetapi dari berbagai macam kebijakan yang diambil
terdapat pro dan kontra, tapi hal ini patut dimaklumi mengingat di dunia ini tiap
individu ataupun golongan memiliki pola pikir yang berbeda-beda. Hal tersebut
sesuai dengan wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku, ras,
agama dan golongan dan tentu saja perbedaan tersebut sulit untuk dihindari.
Pendidikan
Indonesia mulai
diperhatikan oleh pemerintah, pemerintah sudah serius menangani masalah
pendidikan Indonesia. Terbukti dari 20% APBN ditujukan untuk kepentingan bidang pendidikan. Kita patut memanjatkan puji dan
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hal tersebut.
Sekarang
ini pendidikan di beberapa daerah di Indonesia sudah menjalangkan pendidikan gratis. Hal ini membawa dampak positif
khususnya bagi para masyarakat yang memiliki tingkat perekonomian rendah.
Mereka sudah bisa mengecap dunia pendidikan yang dulu bagi setiap orang
dianggap mahal dan timbul fenomena dan pradigma bahwa pendidikan hanya milik
orang kaya, orang miskin dilarang sekolah.
Pendidikan
di Indonesia
merupakan sebuah polimik yang tidak akan kunjung habis. Saat ini banyak
instansi yang menyindir dan mempertanyakan “Apakah kesejahteraan yang diberikan
oleh pemerintah di bidang pendidikan berbanding lurus dengan hasil yang
diharapkan?”.
Bagi
para pendidik yang memenuhi kualifikasi diberikan penghargaan berupa gaji dua
kali gaji pokok ketika mereka telah menyandang gelar guru atau pengajar
profesional. Para pengajar, pendidik berbondong-bondong untuk meraih status dan
penghargaan tersbut tanpa memikirkan “Apa mereka layak mendaptkan hal
tersbut?”.
Tidak
sedikit dari beberapa guru yang telah mendapatkan status tersebut melalui
prosedur yang telah ditentukan. Akan tetapi masyarakat bayak yang resah melihat
kenyataan guru yang telah mendapatkan status sebagai guru professional ternyata
tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan bagi perkembangan peserta didik
mereka. Sebut saja membuat perangkat pembelajaran mereka tidak ahli bahkan ada
yang tidak bisa membuat perangkat pembelajaran sama sekali.
Sistem
penilaian atau penentuan kelulusan Ujian Nasional juga merupakan problem yang
tidak kalah pentingnya. Mengingat penentuan kelulusan bukan lagi hanya
ditentukan oleh Ujian Akhir Nasional akan tetapi juga dipengaruhi hasil belajar
para peserta didik di sekolah mereka masing-masing dengan melihat nilai Rapor
mereka. Karena guru malu ketika ada siswa mereka tidak lulus maka ditempu
segala cara agar anak didik mereka lulus. Kepala Sekolah malu, Kepala Dinas
malu, Bupati malu, dan Gubernur malu ketika wilayah yang mereka pimpin banyak
siswa mereka yang tidak lulus sehingga merekapun memberikan isyarat agar para
siswa tersebut bisa lulus dengan istilah “Main cantik”.
Mau
dikemanakan negeri ini?Karena mereka malu, sehingga menempuh segala cara agar
mendapat penghargaan yang layak tanpa peduli dosa apa yang telah mereka
perbuat. Budaya malu memang sangat perlu dilestarikan akan tetapi malu pada
tempat yang tidak seharusnya adalah perbuatan yang sungguh tidak pantas
dilakukan oleh para oknum yang bekerja di dunia pendidikan. Sebagai pendidik
perbanyaklah Istigfar karena dosa yang kita perbuat tidaklah sedikit,
jangan sampai amal jariyah(Ilmu yang bermanfaat) yang Anda harapkan dari
mengjar malah terjadi sebaliknya Dosa Jariyah (Dosa yang turun temurun Anda
ajarkan).
Semakin
tertinggalnya pendidikan bangsa
Indonesia dengan
bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah
diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan
gambaran praktek pendidikan kita :
1.
Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang
maksimal dan masih tetap saja. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis
dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum.
Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa
maksudnya dan yang beda hanya bukunya. Contohnya guru, banyak guru honorer yang
masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum
kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan
pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan
keberhasilan pendidikan yang kita tempuh
2.
Biaya
Banyak
masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak
pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas
konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti
diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri
seolah membiarkan saja dan lepas tangan. Apa mereka sudah mengenyam
pendidikan?? Akhir-akhir ini pemerintah dalam sistem pendidikan yang baru akan membagi pendidikan
menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri.
Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial
siswa. Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.
3.
Tujuan pendidikan
Katanya
pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan.
Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat.
Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula
yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat).
4.
Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR
RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP)
menjadi Undang-Undang. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari
kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan
liberalisasi terhadap dunia pendidikan. Segala aspirasi dan masukan, sudah
disampaikan kepada Pansus RUU BHP. UU BHP ini akan menjadi kerangka besar
penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang.
5.
Kontoversi diselenggaraknnya UN
Kedua,
aspek yuridis. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar
pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Selain itu, pada
pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi
terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN
pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang
sebenarnya merupakan tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam
mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai
kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25
pada tahun 2004/2005. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk
menangkal penyimpangan finansial dana UN.
6.
Kerusakan Fasilitas
sekolah
Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar
60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah
yang rusak mencapai 50 persen. Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan
dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak
tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh
Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.
v
Tidak ada komentar :
Posting Komentar